JAKARTA - Pertumbuhan bisnis penerbangan Indonesia yang menembus angka 14 persen ternyata tidak diimbangi dengan perbaikan pelayanan dan jaminan keselamatan bagi penumpang. Hal itu terbukti dari tingginya angka kecelakaan pesawat udara pada 2011 yang mencapai 32 kasus.
“Angka kecelakaan pesawat di Indonesia cukup tinggi, berkisar 4 persen seperti dilaporkan FAA tahun 2011,” ujar anggota Komisi V DPR RI Yudi Widiana Adia dalam siaran pers kepada okezone di Jakarta, Senin (30/1/2012).
Situasi ini, kata Yudi, menunjukkan bahwa kemajuan bisnis penerbangan ternyata mengorbankan keselamatan penumpang karena tidak diikuti dengan langkah progresif pemerintah untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan penerbangan.
Yudi memaparkan, selama 2011, KNKT telah memberikan 99 rekomendasi atas seluruh investigasi yang dilakukan selama tahun 2011. Dari 99 rekomendasi yang digelontorkan, transportasi udara mendapatkan 60 rekomendasi. Dan dari 46 kali investigasi kecelakaan yang dilakukan KNKT selama 2011, kecelakaan pesawat udara yang dilakukan KNKT sebanyak 32 kali.
Dari hasil investigasi yang dilaksanakan KNKT, data yang berhasil dihimpun dari seluruh kecelakaan moda transportasi, sebanyak 247 korban meninggal, di mana 71 korban meninggal akibat kecelakaan pesawat udara.
“Dari data KNKT tersebut, didapati bahwa seluruh kecelakaan yang terjadi sepanjang 2011, 62,5 persen akibat faktor manusia, di mana 12,5 persen di antaranya disumbang dari kecelakaan udara. Sedangkan faktor teknis yang menyebabkan kecelakaan hanya 37,5 persen. Data ini menunjukkan bahwa peningkatan bisnis penerbangan tidak diikuti dengan kesiapan SDM. Tak heran bila penyebab kecelakaan pesawat umumnya human error,” kata Yudi.
Bukti lain ketidaksiapan pemerintah dan maskapai penerbangan dalam meningkatkan keselamatan dan keamanan penerbangan adalah masih banyaknya personel pesawat udara yang tidak dilengkapi dengan lisensi atau sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh Kemenhub.
Para awak pesawat umumnya hanya mengantongi sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh perusahaan. Akibatnya, jika terjadi kondisi darurat dalam penerbangan, awak pesawat, termasuk awak kabin tidak dapat melakukan upaya penyelamatan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
“Kami mendapat laporan dari Ikatan Awak Kabin Garuda (Ikagi) bahwa dalam melaksanakan penerbangan, mereka tidak memiliki lisensi yang dikeluarkan Kemenhub. Mereka hanya memiliki sertifikat kompetensi dari perusahaan. Padahal, UU No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan mengamanatkan kewajiban setiap personel pesawat untuk memiliki lisensi. Berarti selama ini, kita menyerahkan keselamatan penumpang kepada personel yang tidak memiliki lisensi,” bebernya.
Untuk itu, Yudi mendesak pemerintah dalam hal ini Kemenhub untuk segera menyiapkan infrastruktur, regulasi dan SDM untuk mengimbangi pertumbuhan bisnis penerbangan yang tinggi sehingga keselamatan dan keamanan penumpang tidak terabaikan.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !